Jumat, 29 Agustus 2014

Traumatik.




Saya yakin setiap manusia pasti pernah mengalami kejadian, hal dan peristiwa traumatik yang membuatnya menjadi trauma akan suatu hal. Namun tidak semua orang menanggapinya dengan hal yang sama, ada yang dapat dengan cepat melupakannya ada pula yang mengingatnya begitu lama hingga ketakutan tersebut benar-benar membekas pada dirinya sendiri. Cepat atau tidaknya seseorang melupakan kejadian yang membuatnya trauma kadangkala memang tergantung akan kadar atau seberapa besar kejadian itu berdampak pada dirinya dan hidupnya. Hal-hal sepele mungkin bisa terlupakan.

Namun terkadang hal sepele juga bisa menjadi masalah yang begitu besar karena sebelumnya diawali dengan hal traumatik yang begitu menyakiti dirinya  dan hidupnya sehingga secara tidak langsung ketika terjadi kejadian yang sedikit mengingatkannya akan hal traumatik tersebut, dirinya secara langsung melakukan penolakan, pembencian yang begitu mendalam akan hal tersebut.

Hal traumatik tak hanya terjadi karena seseorang itu merasakannya secara langsung, namun terkadang bisa juga terjadi karena seseorang tersebut hanya melihat atau bahkan hanya mendengarnya tanpa merasakannya secara langsung. Hanya dengan melihat orang dibunuh, dibacok dan dianiaya kau bisa menjadi trauma, takut akan segala hal yang mengingatkanmu akan hal itu. Begitu juga mendengar rintihan orang yang tersiksa dan teraniaya, bisa jadi kau juga ikut merasakan apa yang mereka rasakan dan merasa trauma akan hal tersebut, entah karena scene  tersebut terlalu melekat dalam kepalamu atau karena sebuah penyesalan besar dimana kau tau hal tersebut tapi kau hanya bisa diam saja, hanya bisa melihat dan mendengarnya tanpa mampu berbuat apa-apa. 

Waktu untuk melupakan hal-hal tersebut juga kadangkala begitu lama, bisa jadi malah seumur hidup, tak bisa lupa. Terkadang manusia-manusia yang mengalami hal traumatik tersebut melakukan penolakan terhadap dirinya sendiri, dengan mengingkari dia pernah mengalaminya. Terus menerus mengatakan pada dirinya bahwa hal tersebut tidak pernah terjadi padanya dan hanya khayalannya semata. Namun penyangkalan dan pengingkarannya tersebut malah membuat pikirannya bias dari hidupnya, sedikit melenceng walaupun terlihat baik-baik saja.

Kejadian traumatik bisa juga menjadikan seorang individu memiliki diri yang dia ciptakan sendiri untuk melindungi dirinya yang asli yang begitu ketakutan. Bisa menciptakan topeng yang begitu sempurna hingga tak seorangpun menyangka dia pernah mengalaminya. Bisa menciptakan tembok yang begitu kokoh yang membatasi orang lain masuk ke dalam hidupnya, meski sepertinya dia terlihat begitu ramah pada setiap orang. Karena dia punya ketakutan yang dia tahan agar tidak menyebar, dia simpan dalam kotak dan dia kubur dalam-dalam agar tak seorangpun bisa menemukannya. Namun hal tersebut malah membuatnya semakin menderita, karena ketakutan itu masih tetap ada meskipun dia telah menyembunyikannya. Ketakutan itu siap meledak kapan saja, siap menghancurkannya dimana saja. Karena ketakutan itu masih ada.

Untuk itu ketakutan itu perlu dihancurkan sebelum dia menghancurkan kita, perlu kita buang bukan kita simpan ataupun kita sembunyikan. Diawali dengan penerimaan bahwa ketakutan itu ada, ada, dan ada. Dan kita harus menang darinya,

Namun itu tak semua tak semudah yang dikatakan,

Karena penerimaan juga menyakitkan.

Senin, 07 Juli 2014

Jengah Menengadah

Jengah menengadah
melihat semuanya dari bawah
menatap lagit yang tergurah
pasrah

jengah menengadah
menenggak setiap bilah
yang kata mereka telah terpilah
padahal salah

jengah menengadah
jengah mengalah
jengah selalu pasrah
jengah dianggap bersalah
jengah

Senin, 30 Juni 2014

Aku lupa dulu kau pernah ada

Aku lupa, aku dulu pernah begitu tergila. Lalu aku lupa, aku lupa sama sekali rasanya.

Aku lupa, dulu pernah ada isyarat tercipta. Engkau yang bernada, engkau yang selalu bersuara, engkau yang selalu bisa menjadikan segalanya nyata. Aku lupa.

Aku lupa kau pernah ada.

Kamis, 12 Juni 2014

Manusia Di Balik Tangan

Rapih sekali mereka menjalankan manuver mereka. Di balik tangan, di bawah kekangan kebebasan mereka tetap bergerak. Nyata mempengaruhi satu per satu orang, bukan dengan cara radikal namun dengan cara halus dan menawan.

Perlahan-lahan tapi pasti, menyusupkan buih-buih anestesi. Mempengaruhi, membuat ragu-ragu menjadi pasti, mebiaskan batas-batas eksekusi. Hingga yang ditalak mati pun bisa bernafas kembali.

Tak pernah ada senyum-senyum kecut pada mimik muka mereka. Mereka tahu usaha kecil mereka tak pernah sia-sia. Tidak mudah memang menyusupkan  nada-nada asing dalam sebuah harmoni. Namun tidak semua hal yang berbeda harus ditentang. Mereka juga tidak memaksakan untuk menang, hanya penerimaan yang mereka harapkan.

Mereka tahu diri, jika rintihan mereka akan sulit terdengar dalam riuhnya gelak tawa sang mayoritas. Tapi itu bukan alasan bagi mereka untuk rendah diri dan merendahkan diri mereka. Kalau bukan diri mereka yang menegakkan diri mereka dan membuat pribadi mereka menjadi pribadi yang bisa dihargai lalu siapa lagi.

Batu pun bisa pecah oleh tetesan air. Sedikit demi sedikit pembuktian mereka, sedikit demi sedikit kebanggaan mereka susun setinggi-tingginya. Membuat dunia perlahan menatap mereka dan menganggap mereka ada dan nyata.

Karena pada dasarnya memang tidak ada usaha yang sia-sia. Harmoni bisa ditambahkan nada, masakan bisa ditambahkan rasa dan hidup bisa ditambahkan warna.

Rabu, 11 Juni 2014

Tujuan Hidup?



 (Sumber gambar : Google)

Sudah lama tidak mengetikkan kata-kata basi, kalimat-kalimat elegi, maupun tragedi yang disulap menjadi ironi. Sudah lama pula tidak berjumpa dengan portal maya ini, menuliskan apa yang tidak seharusnya tertulis, menyusun kata yang tidak seharusnya tersusun menjadi sebuah kalimat. Terlalu lama hingga lupa dengan gaya bahasa sendiri, lupa dengan logat-logat yang terbiasa terlontar, dan berakhir dengan bertele-tele seperti ini.

Namun tetap ada satu hal yang masih mengganggu. Terngiang-ngiang menjadi sebuah pertanyaan yang sama yang dilontarkan bertubi-tubi dan tetap saja aku masih belum bisa menjawabnya, belum sanggup tepatnya. Masih sama, masih seperti beberapa tahun lalu setelah aku meninggalkan sekolah, pertanyaan ini belum juga terjawab.

“Apa tujuan hidupmu ?”

Berkali-kali aku mencoba bertanya pada diriku sendiri, tapi hingga sekarang aku belum bisa menjawabnya dengan pasti, belum sanggup menyatakannya dengan lantang, dengan keberanian untuk menetapkan tujuan hidupku sendiri. Mungkin aku masih terlalu lemah dan tidak percaya pada diriku sendiri.

Tujuan? Dulu aku berpikir tujuan hidupku adalah menikmati hidupku. Namun aku tak kunjung menikmati hidupku dan berakhir dengan bermalas-malasan dan menghambur-hamburkan uang untuk hal-hal yang tidak begitu penting. Kemudian aku berfikir, ini begitu tidak berguna, ini tidak ada artinya, dan malah menjadi beban orang tuaku. Dan aku tahu pasti ini bukan tujuan hidup, tapi malah merepotkan hidup orang lain, menjadi beban. 

Lalu aku berfikir, aku ingin menjadi orang yang lebih berguna dan aku mencoba menjadi relawan, menjadi bagian dari sebuah organisasi. Tapi apa? Bahkan hampir setahun aku tidak merasakan aku ini adalah relawan, karena kau tau apa, semua kegiatan yang aku ikuti hanya  bentuk dari program kerja yang harus segera usai dan harus segera dikerjakan laporan pertanggungjawabannya, membuat bosan dan ingin segera hengkang karena serasa terkekang.

Kemudian sekarang aku mulai berteriak-teriak pada diriku sendiri.

“TUJUAN HIDUPMU ADALAH KELUARGAMU DAN KELUARGA BESARMU. MEREKA MENARUH HARAPAN BESAR PADAMU. JANGAN KECEWAKAN MEREKA. KAMU, KAMU YANG HARUS BISA DIANDALKAN, KAMU HARUS BISA MENJADI TEMPAT MEREKA BERGANTUNG KETIKA MEREKA KESUSAHAN, KAMU HARUS BISA MEMBANTU MEREKA”

“KAMU HARUS BISA MENJADI ORANG, ORANG YANG BISA DIANDALKAN”

Berkali aku teriakkan itu, terngiang-ngiang perkataan mama, bapak, budhe dan bulekku.

“Awakmu kudu dadi wong sukses ndik, ben iso ngewangi dulur-dulurmu seng kesusahan, ngewangi budhe lan bulekmu sing wes mulai berumur iki. Dadi bocah sing iso dibanggaake mama karo bapakmu iki” 

Inikah tujuan hidupku? Bagaimana caraku mengeksekusinya? Sementara diriku yang sekarang ini tidak mempunyai minat pada apapun, tidak ingin berharap apapun dan tidak ingin melakukan apapun.

Inikah? Aku masih takut.

Asal aja - Kepala gue nyut-nyutan !!!!

Ini gue gatau kenapa kepala gue daritadi nyut-nyutan. Mungkin efek minum tolak angin siang-siang (T___T)

Terus karena kepala gue nyut-nyutan gue jadi bingung mau ngapain, bingung mau ngerjain apa, ngeliat file judulnya "skripsi", "draft bojep", "data curah hujan harian maksimum" ,"data volume genangan" malah tambah nyut-nyutan.

Udah berhari-hari ini kerjaan sehari-hari gue cuman bengong, udah itu bengong dan bengong lagi.

Gue tau, kalo kebanyakan bengong kaya gitu sama aja gue buang-buang waktu. Makanya dengan acara sok-sokan kemaren gue pengang buku suripin lagi. Dan endingnya gue berhasil ngebaca "satu paragraf".

Yah cuma satu paragraf. Ternyata kapasitas otak gue saat itu cuma mampu menampung curhatan pak suripin tentang drainase itu. Dan lagi-lagi gue balik bengong.

Biar gak bengong gue sok ide lagi, cari info-info yang nyangkut tentang skripsi gue di internet. Tapi endingnya 1 tab itu terkalahkan oleh tab-tab lainnya yang isinya facebook, kaskus, detik dan tab-tab lainnya tentang harga-harga lensa.

Ngomong-ngomong soal lensa, gue lagi ngidam lensa sapu jagad alias lensa yang bisa dibuat makro bisa juga dibuat tele. Berhari-hari, berjam-jam gue cari-cari harga lensa seken yang agak murah dan bisa diterima sama kantong gue, kantong mahasiswa.

Sekalinya nemu yang agak murah, lensanya jamuran, kalo ga ada fognya, kalo ga apanya ada yang retak, auto fokusnya ga jalan. Namanya emang lensa seken kali ya. Pas udah nemu yang oke gue liat ATM gue.

Gue lupa duit gue bulan ini tinggal 200 ribu. Mau minta malu. Masa buat seneng-seneng minta-minta duit *padahal sering, haha*

Tapi emang kalian juga pasti kaya gitu kan, ga bakal minta tambahan duit buat seneng-seneng doang atau cuma sekedar buat hobi. Masti mati-matian nabung, dibela-belain kelaparan ato paling maksimal pake duit beasiswa. Haha.. tapi yang terakhir ini kalo ga kepepet juga ga bakal dipake. Haha.. Atau kalo ga separo dari duit beasiswa buat nambahin bayaran kosan, seperempat tabungan, seperempatnya buat seneng-seneng. Haha...

Udahan ah, haha.. 

Selasa, 10 Juni 2014

Kebutuhan.



(Sumber gambar : Google)

Tiba-tiba muncul hal seperti ini dikepalaku

"Jarum-jarum menusuknya perlahan, tapi dia hanya terdiam. Pasrah membiarkan kulitnya ternoda oleh jejak-jejak tajam yang menyusupkan penawar racun ke dalam tubuhnya. Dia tidak bisa berkata apa-apa. Bertahan akan rutinitas yang akan menjaga hidupnya lebih lama itu. Bukan sesuatu yang adiktif yang membuatnya ketagihan, hanya sesuatu yang dia pertahankan karena hanya itu cara untuk mempertahankan detiknya berdetik lebih lama."

Terkadang orang-orang yang tidak merasakan jarum-jarum pengobatan pun seringkali terhujam dalam kebutuhannya akan sesuatu. Kebutuhan yang akan tetap dia lakukan walaupun itu menyiksa dirinya.

Kebutuhan akan sesuatu yang membuat senyumnya terkulum lebih lama, kebutuhan akan sesuatu yang membuat otaknya menjadi lebih jernih, kebutuhan akan kebersamaan yang bisa menambah detiknya hingga waktu yang tak tentu.

Kebutuhan yang tidak sepenuhnya dia tahu dia begitu membutuhkannya.

Kebutuhan yang menjadi rutinitas yang terpatri oleh intensitas.

Tiba-tiba semut

(Sumber gambar : google.co.id)

Saat iseng ngebuka-buka laptop tiba-tiba perhatian mata ini teralihkan oleh semut-semut yang berada di sekitar laptopku. Bukan karena aku atau laptopku manis sehingga semut-semut ini ada disini, tapi memang karena si semut lagi iseng muter-muterin laptop.

Semut-semut ini seakan-akan berjalan tak beraturan, dengan langkah kaki yang tergagap-gagap, terkadang berhenti dan terkadang berjalan dengan cepat. Aku melihat mereka seakan-akan mereka sedang kebingungan, berjalan kesana kemari, bahkan terkadang sampai tidak melihat rekan mereka yang jaraknya mungkin hanya sekedar 5 senti.

Aku tak tau apa yang mereka cari, apa yang mereka inginkan. Tapi menurut dugaanku mereka sedang mencari makanan. Yah mereka mencari makanannya masing-masing. Namun ketika salah satu dari mereka menemukan lokasi makanan tersebut, semut-semut lainnya tiba-tiba berbondong-bondong datang.
Beramai-ramai menghampiri sumber makanan tersebut dalam barisan yang begitu rapi. Dan tak lama kemudian, terlihatlah sebuah kerjasama yang begitu apik. Mereka mengangkat makanan itu bersama-sama, berjalan bersama-sama. Yang tidak ikut mengangkatpun mengiringi di belakang, menjaga apabila tau-tau diserang musuh macam manusia yang suka iseng menyemprotkan baygon padahal jelas-jelas mereka sedang bekerja.

Lalu? ya tidak ada lalu-lalu.

Semut saja bisa bekerjasama, dengan cara mereka sendiri, dengan pembagian tugas yang hanya mereka yang tahu. Masa manusia disuruh kerja sama aja ogah, udah dikasih tugas malah mangkir. Pura-pura lupa tugasnya apa, hingga malahan temennya yang lain jadi kena batunya. Harusnya ya jangan mau kalah sama semut.

Minggu, 02 Maret 2014

Salah Kiblat


Kau memandang kebelakang
jauh sudah langkahmu terpancang
ditahan bendungan berang-berang
banyak rasa yang kau rasa salah
banyak arah yang kau anggap salah arah
namun kau tetap melaju dalam topeng palsu
kering kerontang dalam hatimu

kiblat yang kau tinggikan
ternyata siksa mematikan
memberimu kehidupan untuk dimatikan
menggantungmu pada tiang pancang
atas segala hal yang dianggap lancang

Dan kau hanya menunggu waktumu dimatikan
pada kiblat yang salah kau arahkan
menanti nadimu dihentikan.

Jumat, 10 Januari 2014

Untitled.

Ada yang kosong, memelas meminta tahta akan sesuatu tak nyata. Bergumul dalam kepala sang raja, apa ini sesuatu yang hendaknya dihujat untuk mati, dicerca agar tak bernyawa. Ataukah ini hanya sekelebat derma yang seakan-akan disucikan padahal hanya janji buta yang maya, tak ada bentuknya.

Lalu disana, banyak penduduk yang seakan tak bermata. Memandang semuanya dengan telinga, mendengar semuanya dengan rasa. Lalu hanya bisa menghujat dan mengiba dengan mulutnya. Seakan mereka sudah mati fikirnya, lenyap akalnya, hanya bertindak berdasar apa yang mereka suka.

Di sisi lain ada manusia-manusia lain yang tak berpedoman pada apapun, tak mempercayai tahta sang raja, hujatan penduduk, bahkan tidak peduli dengan langit yang bukan langitnya, bumi yang bukan buminya dan tanah yang bukan tanahnya. Mereka punya akal, terlalu pintar untuk  dikatakan tak berakal. Mereka hanya tak peduli, tak mau mengerti.