Kamis, 30 Mei 2013

Derik-derik kaki menari

16 April 2013 [15:52]
" Derik-derik kaki menari "
19 April 2013 [07:51]
" Bukannya tidak suka, hanya menghindari benci yang menjadi "
                       [07:54]
" Jendela dalam rangka. Tak peduli cahaya menerobosnya. Membiarkannya tanpa pernah mendispersinya, membiarkannya terefleksi. Sepi. "
01 Mei 2013 [15:36]
" Hidup suka-suka kamu. Suka-suka hidup kamu. "
                     [15:39]
" Bahkan aku tidak bisa melihat hujan "
                     [15:43]
" Derasnya saja terasa, atau ini hanya mati rasa? Atau memang harus merasakannya? Kosong di dada dengan nafas yang tertahan oleh lika-liku jalan. Hampa. Salah perhitungan "
                     [15:46]
" Ditempa, diterpa. Aku hanya bingung mau kemana. Hampa ini terus merejam, seakan menyeret ke jahanam. Merasa sendirian di ramainya ruang. Dan Tuhan menyengajakan, untuk diriku merasakan tamparan badai ini dalam balutan derasnya hujan "
                     [15:48]
" Aku benci jika kosong ini kembali. Ditinggal mati oleh rasa-rasa memiliki. Apa aku harus pergi lagi? Kenapa siklus ini harus selalu terjadi ? "
                     [15:51]
" Itu pilihanmu. Apa masih mau menerjang atau membiarkan ini semua reda dulu "
                     [15:52]
" Aku pikir itu kamu. Angin ini biar aku yang merasakannya sendiri. Biar aku sadar dan tak terus-terusan berlari. "
                     [15:53]
" Hujan ini berjalan tanpa henti, aku hanya menatap mereka yang terus-terusan berlari"
                     [15:54]
" Memberikanku harga mati? Atau menyengajakan untuk mati? Mati hati. Hati mati. "
                     [15:55]
" Tersakiti sendiri, lebih baik tak mendengarkan sedikitpun isu. Biar tak melulu jadi benalu "
                     [15:58]
" Menjerat diri sendiri dalam kehampaan. Lalu kenapa? Harus berteriak-teriak bangga?"
                      [15:59]
" Tidak akan sengaja membiarkannya berubah warna "
" Kapan reda? Kapan tak lagi terasa?"

Rabu, 29 Mei 2013

Gentar

dan kini aku semakin mudah gemetar
semakin mudah gentar
pada kata-kata mereka yang terlontar
pada selentingan yang membuat gegar

rasa takut ini membesar
dari kulit sampai ke dasar
sampai ke akar
menyeluruh dan menyebar
dan dengan mudah terbakar

Jumat, 24 Mei 2013

Kau boleh memilih.

kau boleh memilih apapun, kapanpun, dimanapun dan siapapun. Boleh, kau boleh memilih semuanya, kau boleh menjalani semuanya, asal waktumu ada saja. Kau boleh memilih kisah apa yang ingin kau jalani, kau boleh memilih detik mana yang ingin kau tandai, kau boleh memilih tempat mana yang ingin kau singgahi, kau boleh memilih sifat seperti apa yang ingin kau jalani. Kau boleh memilih, siapa yang bilang kalau kau tidak boleh memilih? Kau boleh memilih. Namun orang lain juga boleh memilih. Jadi ketika apa yang kamu pilih berbeda dengan yang orang lain pilih, maklum sajalah dan saling bertoleransi. Jika sama, kau bisa bekerjasama dan saling membantu kegiatan masing-masing.

Terus esensinya? gue juga ga ngerti ini nulis apa. Hanya kepikiran hal-hal seperti ini saja. Manusia bisa memilih segalanya, mereka punya hak. Namun terkadang ada pembatas-pembatas yang membuat mereka tidak bisa memilih hal-hal tersebut. Namun pula terkadang ada hal-hal yang ketika mereka memilihnya mereka harus berusaha jauh lebih keras untuk mendapatkannya. Karena pilihan itu bukan sekedar pilihan. Terkadang memang harus ada perjuangan, terkadang memang harus ada penyesalan, terkadang memang harus ada kesalahan dan perbaikan. Namun itulah pilihan, ketika kita telah memilih maka kita harus menjalaninya sampau tuntas, bukan malah menjadi semakin malas karena tahu kita harus berjuang lebih.

Mungkin ini waktuku dan waktumu

mungkin ini waktuku dan waktumu
untuk memberantas sendu yang meranggas
mendongkraknya dengan tuas
dengan dentingan gelas-gelas

tak ada lagi raut-raut memelas
tak ada lagi jiwa-jiwa pemalas
sekarang hanya ada seorang yang siap memegang kuas
melukiskan dunia luas
dalam lembar-lembar kanvas

seseorang yang terbebas
karena luka telah tertebas
dan tawa mengalir deras
tanpa takut lagi terlepas

mungkin ini waktuku dan waktumu
untuk memberantas sendu yang meranggas
menyambut dunia dengan langkah tegas.

Senin, 13 Mei 2013

Hey Teman Apa Kabarmu Disana?


Berapa tahun?
Aku pun tak ingat.
Aku menemukan ini ketika kubongkar-bongkar foto-foto jaman dulu.
Tulisanmu kawan, sampai sekarang aku masih menjadi salah satu penggemarmu. Masih, dan tulisan-tulisanmu dulu aku masih menantikannya sampai sekarang.

Aku masih jadi penggemarmu kawan :)
Semoga kau tidak lupa, kita masih sahabat walau kata tidak lagi saling terlontar.

Hari ini dan empat tahun lalu Perang Obor.

Perang obor 4 tahun yang lalu.
Tidak ada yang ingatkah? Tidak tahu kenapa ini melekat erat, kenangan kita semua.
Menanti waktu dimulainya perang obor dengan menghabiskan waktu di pantai sampai adzan maghrib berkumandang. Menanti satu per satu orang dari kita datang, dengan obrolan yang tidak terlalu penting, membahas apapun yang kita lihat, membahas segala yang ada di hari-hari kita, di sekolah dan di minggu-minggu yang sengaja dilewati bersama. Dari pantai ke pantai, kebun kopi, kebun coklat, kebun karet, haha.. selalu banyak hal aneh yang terjadi ketika kita bersama.

Walau diguyur gerimis tak menghalangi kita untuk tetap menonton perang obor yang memang dinanti-nanti. Ini pertama kalinya. Bara-bara tetap menyala. Api dipasang dalam setiap obor raksasa. Suara-suara bergema. Gerimis tak menghalangi tradisi ini untuk tetap dilaksanakan malam itu. Kita berdesak-desakkan diantara orang-orang lain yang ingin menonton, saling menggandeng tangan teman satu sama lain agar tidak saling berpencar. Kita diantara orang-orang yang penasaran, ingin tahu seseru apa tradisi ini akan berlangsung. Menyesak kanan kiri untuk mendapatkan tempat yang lebih depan, untuk melihatnya lebih jelas. Dan ketika perang dimulai. Aku tak tahu, sensasi apa ini. Tak tahu mengapa apa yang ada di depan mataku ini membuatku benar-benar terperangah, sekumpulan orang membawa obor raksasa yang terbuat dari jerami dan saling memukulkannya satu sama lain. Benar-benar menegangkan, tidak terlihar rasa sakit dari orang-orang yang terkena pukulan obor. Semuanya membara, semangat membara. Tanpa sadar kami mulai berteriak-teriak untuk menyemangati dan memperingati orang yang akan dipukul. Kita terbawa suasana menegangkan ini, semua yang menonton terbawa suasana.

Perang obor berakhir, dan kita putuskan untuk menginap di tempat salah seorang dari kita. Menonton wayang? Jelas itu sebuah tawaran yang tak bisa dilewatkan, sejak kecil aku tergila dengan ketoprak dan wayang walau tidak selalu mengerti apa yang sedang diceritakan. Melihat wayang kulit beraksi dengan suara dalang dan sinden-sinden serta hantaman gamelan yang saling selaras dengan arahan dalang benar-benar menyenangkan. Dan malam itu, diputuskan, kita ke balai desa setelah perang obor usai. Melewati kebun-kebun warga yang gelap, mencari jalan pintas untuk bisa lebih cepat sampai di balai desa. Hmm, sederhana, pertemanan ini begitu sederhana. Kita sampai, kita menatap kanan kiri, banyak warga di setiap sisi. Tak ada kursi yang tersisa. Kita menonton sambil berdiri, wayang beraksi, dalang mengayun wayang kulit ke kanan kiri, menjalankan cerita yang tak aku mengerti, sinden bernyanyi dan bunyi gamelan tak pernah mati. Menyenangkan, melihat wayang saling bertabrakan melakukan adegan perang. Suara dalang yang berganti-ganti, cerita yang mulai kami mengerti. Wayang usai dilanjut dengan ketoprak, balai desa mulai sepi karena hari semakin larut dalam gelap, dan kami akhirnya mendapat kursi. Ketoprak ini lebih ringan, kami tertawa-tawa sepanjang malam dengan lawakan-lawakan yang disajikan. Haha, tak terasa hampir tengah malam dan diputuskan untuk pulang ke rumah salah satu dari kita. Tidur seperti ikan pepes, dengan  sebelumnya menyantap gemblong ketan. Pagi datang, pantai lagi dan kembali ke rumah masing-masing, dan sendalku tak lagi menjadi sepasang.

Sudah empat tahun, dan hari ini perayaan Perang Obor yang telah dikoar-koarkan di media sosial berbulan-bulan yang lalu akan dilaksanakan lagi. Perang Obor hari ini, aku pun sebenarnya ingin melihatnya lagi bersama kalian. Dengan rangkaian gerimis, wayang, dan ketoprak orang yang tak bisa terlupakan.

Salam sayang dari temanmu ini yang sedang merindukan kalian. Semoga apa yang kalian lakukan tidak sia-sia dan kita bisa menjadi seseorang yang bisa membanggakan kedua orang tua kita. Semoga kita menjadi seseorang yang tidak akan pernah lupa dengan masa lalu yang menempa kita, dan tetap melihat masa depan sebagai sebuah kesempatan yang tak boleh disia-siakan.

Dan kaki-kaki ini boleh jadi menjadi saksi, bahwa kita nanti akan menjadi yang lebih baik lagi.


Kamis, 09 Mei 2013

Tap tap tap

Tidak ada seorangpun yang ingin tahu siapa sebenarnya saya. Apa saya ini teroris, penjahat atau koruptor, tak ada seorangpun yang ingin tahu. Karena memang sepertinya tidak ada penting-pentingnya bagi mereka dan tidak ada manfaatnya sama sekali.
Masa lalu apa lagi? bertahun saya menguburnya dalam-dalam. Awas saja kalau ada yang mengangkatnya ke permukaan. Tak akan sudi saya menatap wajah orang itu, mendengar suaranya apa lagi.
Haha, dunia memang aneh. Bisa mengubah manusia tanpa kata menjadi seorang pembual, bisa merubah penganiaya menjadi seseorang super alim yang bahkan saya pun tidak bisa mendekatinya sama sekali. Kau yang jahat tidak selamanya jahat, dan kau yang baikpun tidak akan selamanya baik.
Pintu itu, langkah kaki, es teh manis, dan saya si muka kotak. Rangkaian yang bahkan saya sendiri tidak tahu, mengapa Allah merencanakannya seperti itu. Satu tahun pertama, tak bisa percaya pada siapapun, di tahun kedua tetap sama, tahun ketiga sampai tahun terakhir semakin tidak percaya bahwa makhluk yang bernama teman itu ada.
Dulunya pun saya ini manusia penuh harapan. Menjadi lebih baik, menjadi lebih pintar, menjadi lebih untuk kedua orang tua saya. Tapi sekarang? Karena sebuah sesi yang melepas jangkar saya dan melepas kapal saya, membuat saya terombang-ambing. Meragukan dunia, meragukan siapapun yang akan dipercaya.