Jumat, 22 Maret 2013
Sabtu, 16 Maret 2013
Saved in my phone memory
Berangkat Kuliah - Trotoar Jalan Raya Dramaga
Berangkat Kuliah - Sebelah Gedung Kuliah A
Berangkat Kuliah - Koridor FEMA
Pemandangan di Jalan Kecil Sebelah PLASMA FEMA
Bronjong di Sebelah Asrama Putri TPB IPB
Batu bata ditumpuk di Jalan Babakan Raya (Bara)
Pintu Toilet di FATETA
Rektorat IPB
Kursi Perpustakaan LSI
Pemandangan dari Lab Komputer Dept. Teknik Sipil dan Lingkungan
Taman segitiga FATETA
Label:
awanlangitphotos
Maafkan orang sombong ini kawan.
Dan kau tetap berfikir aku ini salah satu orang baik setelah semua perlakuan burukku padamu? Maaf kawan, maaf atas kepicikanku ini, maaf atas segala keegoisanku yang membuatku sering menomorduakan dirimu. Maaf atas segala keacuhanku keenggananku menjawab pertanyaan-pertanyaanmu kawan. Aku ini bukan apa-apa, aku ini tak sebaik seperti di pikiranmu, tak sehebat apa yang mereka atau kau pikirkan. Aku ini bukan siapa-siapa kawan. Hanya seorang penakut yang menutupi ketakutannya dengan berbagai macam dalih. Terkadang aku ingin menyingkir darimu karena aku justru takut menghambat langkah-langkahmu yang begitu cepat, aku takut akan memudarkan mimpimu dengan segala pesimistisku. Aku takut aku akan mencegahmu untuk sukses kawan. Aku takut makanya aku menjauh.
Label:
catatan harian
Senin, 11 Maret 2013
Tidak ada
"Tidak ada seorangpun di dunia ini yang dengan sengaja mengundang derita dan melarang bahagia untuk datang menghampirinya. Tidak ada. Aku harap kau pun tidak.
Label:
#ngasal,
awan untuk langit,
cuplikan
Karena waktu tak pernah mengijinkannya
Rautnya bertanya-tanya. Dunia ini nantinya akan jadi seperti apa? Akankah alien benar-benar menjamah kita? Atau akan ada ultraman yang akan menyelamatkan kita dari monster-monster yang habitatnya dijarah manusia?
Dia tak akan pernah tahu. Karena waktu tak mengijinkannya untuk tahu. Dunia baginya hanyalah hari ini dan hari yang lalu, yang tertata rapi dalam memorinya. Disimpannya dalam loker-loker pikirannya agar mudah untuk mencarinya. Agar dia tidak pernah terlupa, setiap jengkal dunia yang ditapakinya, setiap orang yang menyayanginya, setiap kebaikan yang dia terima, setiap tawa yang dia rasa. Kisah bahagia maupun derita tetap berharga untuknya. Karena itu yang dia punya di dunia. Karena dia takkan merasakannya untuk yang kedua kalinya.
Dia tak akan pernah tahu. Karena waktu tak mengijinkannya untuk tahu. Dunia baginya hanyalah hari ini dan hari yang lalu, yang tertata rapi dalam memorinya. Disimpannya dalam loker-loker pikirannya agar mudah untuk mencarinya. Agar dia tidak pernah terlupa, setiap jengkal dunia yang ditapakinya, setiap orang yang menyayanginya, setiap kebaikan yang dia terima, setiap tawa yang dia rasa. Kisah bahagia maupun derita tetap berharga untuknya. Karena itu yang dia punya di dunia. Karena dia takkan merasakannya untuk yang kedua kalinya.
Karena waktu tak pernah mengijinkannya.
Karena waktu tak mengijinkan detiknya melaju lebih lama.
Label:
agak serius,
awan untuk langit,
cuplikan,
Puisi
Basa-basi basi
basa-basi bagai adiksi
untuk melangkah maju mengenal lebih banyak lagi
curahan kata-kata konstruktif ditata dengan apik
bagai lirik menyamarkan gerak gerik
menarik segala tendensi
dari serapah dan caci maki
konflik sebisa mungkin dihindari
menyamakan preferensi
walau terasa fiksi
sepi, terkadang menjadi basi
basa-basi basi.
untuk melangkah maju mengenal lebih banyak lagi
curahan kata-kata konstruktif ditata dengan apik
bagai lirik menyamarkan gerak gerik
menarik segala tendensi
dari serapah dan caci maki
konflik sebisa mungkin dihindari
menyamakan preferensi
walau terasa fiksi
sepi, terkadang menjadi basi
basa-basi basi.
Minggu, 10 Maret 2013
Jika dia bisa memilih
pada akhirnya dialah yang di tinggalkan
setelah ketidakmengertiannya disalahartikan
dia yang tidak bisa mengerti dunia
bukan dunia yang tidak bisa mengerti dia
dering-dering telepon yang diabaikannya
yang tanpa sadar membakarnya
tidak ada yang tahu
siapa sebenarnya dia di dalam dirinya
detik itu membawa dia,
dan masa-masa kecilnya
tertawa seperti yang dia inginkan
dengan detik-detik yang berputar ke belakang
berbalik mundur.
membuatnya merinding
dengan lagu-lagu yang menyimpan elegi
petikan-petikan gitar tak terlengkapi
jika dia bisa memilih
jika dia bisa beralih
bukanlah elegi seperti ini yang dia pilih
ditikam sana sini
oleh orang yang bahkan tidak pernah berfikir
tidak seharusnya dia disini
setelah ketidakmengertiannya disalahartikan
dia yang tidak bisa mengerti dunia
bukan dunia yang tidak bisa mengerti dia
dering-dering telepon yang diabaikannya
yang tanpa sadar membakarnya
tidak ada yang tahu
siapa sebenarnya dia di dalam dirinya
detik itu membawa dia,
dan masa-masa kecilnya
tertawa seperti yang dia inginkan
dengan detik-detik yang berputar ke belakang
berbalik mundur.
membuatnya merinding
dengan lagu-lagu yang menyimpan elegi
petikan-petikan gitar tak terlengkapi
jika dia bisa memilih
jika dia bisa beralih
bukanlah elegi seperti ini yang dia pilih
ditikam sana sini
oleh orang yang bahkan tidak pernah berfikir
tidak seharusnya dia disini
Label:
Puisi
Tak ada arti
menantang di depannya
dengan asap rokok di udara
memasuki paru-paru hampa
yang terusak menahan detak
dia menggambarkan sosok dengan titik-titik bertumbukan
titik-titik kosong,
palsu belaka.
kelontang berbunyi,
ini hanya gambar yang disobek-sobek lagi
tak ada arti
tak layak di memori
seperti air kopi yang di buang ke kali
tak terasa oleh jari-jari
dengan asap rokok di udara
memasuki paru-paru hampa
yang terusak menahan detak
dia menggambarkan sosok dengan titik-titik bertumbukan
titik-titik kosong,
palsu belaka.
kelontang berbunyi,
ini hanya gambar yang disobek-sobek lagi
tak ada arti
tak layak di memori
seperti air kopi yang di buang ke kali
tak terasa oleh jari-jari
Label:
#ngasal,
agak serius,
Puisi
Jumat, 01 Maret 2013
Perang obor, api dan gerimis
Terkumpul jiwa yang bertanya-tanya
Yang mengikatkan diri dalam transparasi
Dan tak pernah peduli pada preposisi
Karena kata dasar cukup untuk saling mengerti
Kita tertawa dengan imajinasi
Terbahak kala senja hari
Menunggu perang dimulai lagi
Obor dibakar
Emosi melebar
Meluap menghancurkan amarah yang beredar
Api menjulang tinggi
Hawa panas menyergap hati
Bara mengenai diri
Titik-titik berjatuhan
Meredam bara api yang memerah
Menjadikannya tenang.
Gerimis di malam itu
Walau tidak mematikan api
Tapi cukup mampu untuk menenangkannya
Membuat lemah amarah.
Mengurangi pertumpahan darah.
Label:
#ngasal,
agak serius,
Puisi
Langganan:
Postingan (Atom)