Dentam langkah kita terdengar begitu keras dipikiranku. Bergaung memenuhi rongga-rongga di telinga, memberikan pandangan tentang masa-masa dahulu ketika bahagia dan derita hampir sama kapasitasnya. Luka yang menganga dibiarkan begitu saja karena yakin bakal menutup dengan sendirinya. Kebersamaan yang dulu awalnya dipaksakan, dalam setiap ajakan yang diwajibkan tapi hanya segelintir saja yang datang dan itu kita.
Mulai bersama menjelajah tempat tinggal rekan kita, berbondong bondong saling berbonceng dan tanpa takut memacu gas sekencang-kencangnya. Menantang adu cepat dengan orang yang tidak kita kenal dijalan, tertawa-tawa mengomentari orang-orang yang kita lewati. Berdiri di boncengan untuk menikmati semilirnya angin. Pura-pura tak takut bahaya, karena memang saat itu sedang terlupa karena sedang membiasa terhempas angin. Terpeleset, handphone terjatuh, ban bocor, bonceng tiga dan banyak lagi, dan itu kita.
Aku sedang menunggu saat-saat itu kembali lagi, disaat setiap dari kita mau menyisihkan waktunya untuk menjelajah kota kelahiran kita ini. Untuk memacu motor kita bersama lagi, menikmati pantai yang kita bilang bahwa pantai itu lebih indah dari pantai-pantai yang ada di bali. Melewati lagi hutan-hutan karet itu, melewati lagi hutan-hutan coklat dan kopi itu. Berhenti di sungai dan jembatan hanya untuk mengambil foto. Menceritakan semua yang kita lihat dan rasakan.
Aku menunggu saat-saat itu datang lagi, biar sepi ini terhempas lagi. Aku menginginkan waktu-waktu kita lagi, di pantai-pantai di rumah-rumah kita atau rekan-rekan kita. Aku mau waktu kita lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar