Saya yakin setiap manusia pasti
pernah mengalami kejadian, hal dan peristiwa traumatik yang membuatnya menjadi
trauma akan suatu hal. Namun tidak semua orang menanggapinya dengan hal yang
sama, ada yang dapat dengan cepat melupakannya ada pula yang mengingatnya
begitu lama hingga ketakutan tersebut benar-benar membekas pada dirinya
sendiri. Cepat atau tidaknya seseorang melupakan kejadian yang membuatnya
trauma kadangkala memang tergantung akan kadar atau seberapa besar kejadian itu
berdampak pada dirinya dan hidupnya. Hal-hal sepele mungkin bisa terlupakan.
Namun terkadang hal sepele juga
bisa menjadi masalah yang begitu besar karena sebelumnya diawali dengan hal traumatik
yang begitu menyakiti dirinya dan
hidupnya sehingga secara tidak langsung ketika terjadi kejadian yang sedikit
mengingatkannya akan hal traumatik tersebut, dirinya secara langsung melakukan
penolakan, pembencian yang begitu mendalam akan hal tersebut.
Hal traumatik tak hanya terjadi
karena seseorang itu merasakannya secara langsung, namun terkadang bisa juga
terjadi karena seseorang tersebut hanya melihat atau bahkan hanya mendengarnya
tanpa merasakannya secara langsung. Hanya dengan melihat orang dibunuh, dibacok
dan dianiaya kau bisa menjadi trauma, takut akan segala hal yang mengingatkanmu
akan hal itu. Begitu juga mendengar rintihan orang yang tersiksa dan teraniaya,
bisa jadi kau juga ikut merasakan apa yang mereka rasakan dan merasa trauma
akan hal tersebut, entah karena scene tersebut terlalu melekat dalam kepalamu atau
karena sebuah penyesalan besar dimana kau tau hal tersebut tapi kau hanya bisa
diam saja, hanya bisa melihat dan mendengarnya tanpa mampu berbuat apa-apa.
Waktu untuk melupakan hal-hal
tersebut juga kadangkala begitu lama, bisa jadi malah seumur hidup, tak bisa
lupa. Terkadang manusia-manusia yang mengalami hal traumatik tersebut melakukan
penolakan terhadap dirinya sendiri, dengan mengingkari dia pernah mengalaminya.
Terus menerus mengatakan pada dirinya bahwa hal tersebut tidak pernah terjadi
padanya dan hanya khayalannya semata. Namun penyangkalan dan pengingkarannya
tersebut malah membuat pikirannya bias dari hidupnya, sedikit melenceng
walaupun terlihat baik-baik saja.
Kejadian traumatik bisa juga
menjadikan seorang individu memiliki diri yang dia ciptakan sendiri untuk
melindungi dirinya yang asli yang begitu ketakutan. Bisa menciptakan topeng
yang begitu sempurna hingga tak seorangpun menyangka dia pernah mengalaminya.
Bisa menciptakan tembok yang begitu kokoh yang membatasi orang lain masuk ke
dalam hidupnya, meski sepertinya dia terlihat begitu ramah pada setiap orang.
Karena dia punya ketakutan yang dia tahan agar tidak menyebar, dia simpan dalam
kotak dan dia kubur dalam-dalam agar tak seorangpun bisa menemukannya. Namun
hal tersebut malah membuatnya semakin menderita, karena ketakutan itu masih
tetap ada meskipun dia telah menyembunyikannya. Ketakutan itu siap meledak
kapan saja, siap menghancurkannya dimana saja. Karena ketakutan itu masih ada.
Untuk itu ketakutan itu perlu
dihancurkan sebelum dia menghancurkan kita, perlu kita buang bukan kita simpan
ataupun kita sembunyikan. Diawali dengan penerimaan bahwa ketakutan itu ada,
ada, dan ada. Dan kita harus menang darinya,
Namun itu tak semua tak semudah
yang dikatakan,
Karena penerimaan juga
menyakitkan.